Samba Masih Percaya Kaka

TEMPO Interaktif, Jakarta - Buat Brasil, Kaka masih tetap merupakan satu batu permata buat tim nasionalnya dalam putaran final Piala Dunia di Afrika Selatan mulai 11 Juni nanti. Meski penampilan gelandang itu sedang mengecewakan di Real Madrid.
Dalam laga Stadion Santiago Bernabeu, Madrid, hari ini, yang mempertemukan Real Madrid dengan Barcelona dalam duel El Clasico di Liga Spanyol yang termasyhur di dunia itu, Kaka kemungkinan besar masih absen. Ia sudah berlatih lagi setelah sembuh dari cedera hernia (otot di selangkangan). Tapi harian Marca memberitakan ia belum siap untuk El Clasico.
Sebelum terkena hernia, Kaka juga belum memenuhi harapan Madrid, yang membelinya seharga 70 juta euro (sekitar Rp 841,828 miliar) dari AC Milan. Pria berusia 27 tahun itu menjadi pemain termahal kedua di dunia saat ini. Namun delapan bulan setelah berperan besar membawa Brasil menjuarai Piala Konfederasi di Afrika Selatan, ia belum juga bersinar di klub barunya, Real Madrid.
Salah satu kolumnis di media Spanyol menulis sinis tentang Kaka: "(Presiden Real Madrid) Florentino Perez pergi ke Milan untuk mendapatkan seekor angsa, tapi ternyata ia mendapatkan bebek gila." Orang-orang mulai berpikir bahwa ia lebih mementingkan penampilannya di Afrika Selatan, Juni nanti, dibanding saat ini di Madrid.
Apa pun kondisi Kaka saat ini di Madrid dan beragam pendapat orang-orang di sana, pelatih Brasil, Dunga, bergeming pada pendapatnya tentang kreator andalannya di lapangan itu. "Saya benar-benar tidak peduli tentang apa yang mereka katakan di Spanyol," kata Dunga.
"Tidaklah mungkin menampilkan permainan puncak di setiap pertandingan di sepanjang tahun. Ia tahu permainan apa yang dibutuhkan Real Madrid. Ia akan sukses di sana. Saya juga tidak ragu Kaka akan jadi salah satu bintang di Piala Dunia," Dunga melanjutkan.
Meski demikian, di Brasil, Dunga mendapat tekanan agar memasukkan sejumlah pemain baru di lini tengah. "Tim nasional tidak punya seorang gelandang kreatif lagi selain Kaka," kata kolumnis surat kabar Alberto Helena Junior dalam sebuah acara televisi di sana. Dalam acara yang sama, kapten Brasil di Piala Dunia 1970, Carlos Alberto Torres, mendukung usulan untuk memasukkan dua pemain muda klub Santos, Neymar dan Paulo Henrique Ganso, dalam skuad ke Piala Dunia 2010.
Dengan Brasil sekarang sangat bergantung pada kreativitas Kaka di lini tengah, banyak orang Brasil khawatir tim Samba akan terpuruk bila pada saatnya nanti pemain Madrid itu tidak menemukan kembali bentuk permainan terbaiknya. Mereka yang sepakat dengan Alberto dan Carlos menilai Dunga seharusnya memberi kesempatan kepada dua pemain Santos tersebut setelah mencetak 10 gol untuk menolong klubnya memuncaki klasemen kejuaraan Paulista.
Tapi Pele membela Dunga. Legenda sepak bola Brasil itu mengatakan Neymar, penyerang, 18 tahun, dan Ganso, gelandang, 20 tahun, baru bersinar di Paulitas. "Santos belum pernah main di Amerika Selatan. Mereka belum pernah main di Argentina atau Uruguay atau Paraguay. Mereka belum pernah tampil di Eropa. Faktor pengalaman sangat penting di Piala Dunia dan mereka belum punya," kata Pele.
Carlos Alberto Parreira, yang sukses membawa Brasil memenangi Piala Dunia 1994 tapi dianggap gagal setelah timnya tersingkir di perempat final empat tahun lalu, juga mendukung Dunga. "Neymar dan Ganso punya potensi besar, tapi hanya Dunga yang tahu kapan saat tepat untuk membawa mereka," kata Parreira, yang kini menangani tuan rumah Piala Dunia 2010.
Brasil memang selalu menjadi favorit bila mereka lolos ke putaran final Piala Dunia. Tapi, kali ini, penggemar tim Samba, yang mengidolakan tradisi permainan indah dan positifnya (senantiasa menyerang), mungkin sedikit kecewa akan gaya permainan tim di bawah komando Dunga, mantan gelandang bertahan Brasil dan kapten di Piala Dunia 1994.
Dunga lebih mengandalkan serangan balik. Pria berusia 46 tahun itu mempertegas kecenderungan mutakhir tentang model tim Samba yang lebih terorganisasi di lapangan sebagaimana tim-tim Eropa. Meski mereka punya banyak pemain dengan bakat alam yang mengagumkan.
Meski demikian, dengan andalan serangan balik dan teknik individu rata-rata pemain yang tinggi, mereka kesulitan juga menembus tim yang memperkuat pertahanannya. Itu terlihat ketika di kandang sendiri mereka ditahan Bolivia, Kolombia, dan Venezuela 0-0. l TIMES | REUTERS | GOAL | PRASETYO

Sumber : http://www.tempointeraktif.com

0 komentar:

Posting Komentar

top